Skip to main content

Dewan Hak Asasi Manusia Semestinya Mengadopsi Resolusi yang Bermakna untuk Mengatasi Krisis HAM yang Menjadi-jadi di Kamboja

Surat Bersama Masyarakat Sipil - Sesi ke-54 Dewan Hak Asasi Manusia

Pendukung Partai Cahaya Lilin Kamboja melambaikan tangan sebelum berbaris selama kampanye untuk pemilu lokal pada 5 Juni di Phnom Penh, Kamboja, 21 Mei 2022. © 2022 Heng Sinith/AP Photo
 

Yang Mulia,

Kami, sejumlah organisasi masyarakat sipil yang bertanda tangan di bawah ini, menulis surat ini untuk mengingatkan pemerintah Anda untuk krisis hak asasi manusia yang semakin memburuk di Kamboja, dan untuk meminta dukungan Anda atas resolusi yang memperkuat dan memperluas pengawasan terhadap situasi yang akan diadopsi pada sesi reguler ke-54 Dewan Hak Asasi Manusia PBB ("Dewan").

Pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan dalam konteks pemilu yang diadakan pada 23 Juli menandai titik terendah baru dalam dua tahun penurunan terus-menerus dalam situasi hak asasi manusia secara keseluruhan di Kamboja sejak resolusi Dewan terakhir tentang negara itu pada Oktober 2021.[1]Belum ada kemajuan nyata, dan pemerintah Kamboja telah gagal menunjukkan kemauan politik untuk memenuhi 20 tolok ukur yang disampaikan kepada Dewan pada Oktober 2022 oleh Pelapor Khusus tentang situasi hak asasi manusia di Kamboja "untuk turut mendorong implementasi hak asasi manusia di negara ini."[2]  

Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan Hak Asasi Manusia Volker Türk menggambarkan suasana menjelang pemilu bulan Juli sebagai "sebuah ruang sangat terbatas yang berdampak negatif pada hak-hak warga Kamboja untuk berpartisipasi penuh dan setara dalam semua aspek proses pemilihan."[3]Demikian pula, pernyataan bersama oleh setidaknya tujuh pakar hak asasi manusia PBB mengatakan bahwa "menjelang pemilihan baru-baru ini [...] dan hasilnya sangat membingungkan."[4]Mereka lebih lanjut mengatakan bahwa "berbagai pelanggaran berat hak asasi manusia dan pembatasan serius pada ruang sipil dan politik [...] termasuk pelarangan terhadap partai oposisi utama, pembatasan dan pemblokiran media dan pelecehan terhadap pihak-pihak yang dianggap sebagai lawan dari elit penguasa .... "[5]

Pemerintah terlibat dalam sejumlah serangan serius terhadap oposisi politik menjelang pemilu, dengan retorika kekerasan, serta penangkapan dan penahanan aktivis politik secara sewenang-wenang. Komite Pemilihan Nasional yang tidak independen dan bias politik[6]mendiskualifikasi dua partai oposisi, termasuk Partai Cahaya Lilin,[7]yang secara luas dianggap sebagai partai oposisi paling kredibel. Beberapa hari sebelum pemilihan, pemerintah memerintahkan perusahaan-perusahaan penyedia layanan internet untuk memblokir akses ke situs web dan akun media sosial dari setidaknya tiga media yang dianggap kritis terhadap pemerintah.[8]

Pemerintah telah melanjutkan kebijakan penganiayaan yang sistematis dan tanpa henti terhadap pembela HAM, pembela lingkungan dan hak atas tanah, anggota serikat pekerja, oposisi politik, dan media independen serta pekerja media melalui pelecehan yudisial termasuk pengadilan massal dan tindakan hukum, sebagaimana dirinci dalam lampiran surat ini.

Vonis dan hukuman 2 tahun penjara terhadap aktivis serikat buruh dan hak-hak buruh Chhim Sithar bersama delapan aktivis buruh pada Mei 2023, vonis terhadap 10 pembela hak-hak atas tanah di Koh Kong pada Agustus 2023, dan vonis serta hukuman penjara 27 tahun terhadap pemimpin oposisi Kem Sokha pada Maret 2023 merupakan simbol dari pola kriminalisasi dan pelecehan yudisial yang terus berlanjut terhadap pembela HAM dan oposisi politik. Peradilan yang tidak memiliki independensi dari cabang eksekutif membuat prospek peradilan yang adil dan jaminan proses hukum hampir tidak ada bagi mereka yang dianggap kritis terhadap, atau ancaman terhadap, kepentingan elit yang berkuasa.

Pihak berwenang Kamboja telah menunjukkan intoleransi yang sistematis dan terus menjadi-jadi terhadap media independen. Contoh terbaru adalah pencabutan secara sewenang-wenang izin Voice of Democracy, yang dijalankan oleh Pusat Media Independen Kamboja, yang, seperti disimpulkan oleh sekelompok pakar HAM PBB, "hampir tidak meninggalkan media yang bebas beroperasi di negara ini."[9]

Undang-undang secara rutin disalahgunakan untuk membatasi HAM, melemahkan dan menyerang masyarakat sipil, dan mengkriminalisasi individu yang menggunakan kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat secara damai. Sejumlah ketentuan dalam KUHP, khususnya pasal 305 tentang pencemaran, pasal 453 tentang ' permufakatan jahat' melawan pemerintah, dan pasal 494 dan 495 tentang penghasutan untuk melakukan kejahatan dan mengganggu keamanan sosial telah secara rutin digunakan untuk memberangus para pembela HAM dan lawan-lawan politik. Undang-Undang tentang Organisasi Nonpemerintah, Undang-Undang tentang Serikat Buruh, dan Undang-Undang tentang Partai Politik masih jadi tantangan serius bagi kebebasan sipil dan politik di Kamboja, sementara rancangan undang-undang yang sedang dipertimbangkan oleh pemerintah tentang kejahatan dunia maya dan ketertiban umum akan menjadi alat penindasan lebih lanjut.

Selama beberapa tahun terakhir, Pelapor Khusus untuk Kamboja telah memainkan peran penting dalam menambahkan suara independen dan dihormati untuk memverifikasi dan membawa perhatian pada pelaporan kelompok hak asasi manusia dan aktivis di lapangan. Pembatasan ruang sipil oleh pemerintah dan tindakan keras terhadap pelaksanaan kebebasan berekspresi, dan pelaporan oleh suara-suara independen dan kritis membuat peran Pelapor Khusus semakin vital dalam mempromosikan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan memastikan perlindungan kebebasan fundamental dan populasi rentan di negara ini.

Dewan wajib memanfaatkan momen ini dan mengambil tindakan efektif pada sesi ke-54 untuk mengatasi penindasan sistematis pemerintah yang terus berlanjut, pembatasan ruang sipil dan politik serta tindakan keras terhadap HAM di Kamboja. Dewan seyogianya mengirim pesan yang jelas kepada Perdana Menteri Hun Manet yang baru diangkat dan pemerintah bahwa ada harga yang harus dibayar untuk melanjutkan pendekatan sistematis Partai Rakyat Kamboja (CPP) yang berkuasa di masa lalu dalam membungkam media dan mengincar suara-suara yang berbeda pendapat. Semestinya pesan yang dikirim sekarang jelas – bahwa masyarakat internasional akan meminta pertanggungjawaban pemerintah atas komitmen dan kewajiban HAM mereka. Untuk tujuan ini, Dewan Hak Asasi Manusia seharusnya memastikan pemantauan dan pelaporan yang memadai, dan melacak kemajuan (atau ketidakmajuan) terhadap tolok ukur konkret yang telah diuraikan oleh Pelapor Khusus.

Dalam hal ini, kami mendesak Dewan untuk mengadopsi resolusi yang:

  • Memperbarui mandat Pelapor Khusus tentang situasi HAM di Kamboja selama dua tahun ke depan guna memastikan pemantauan dan pelaporan berkelanjutan tentang situasi di negara tersebut serta untuk memberikan bantuan teknis dan peningkatan kapasitas, dengan tujuan mengimplementasikan secara penuh kewajiban HAM internasional Kamboja;
  • Menyambut baik, dan memberi mandate untuk meningkatan pemantauan dan pelaporan tentang kemajuan dalam pelaksanaan, 20 tolok ukur yang dipresentasikan oleh Pelapor Khusus tentang situasi HAM di Kamboja pada sesi ke-51 Dewan;[10]
  • Secara substansial dan akurat mencerminkan situasi di lapangan sebagaimana didokumentasikan dalam laporan Pelapor Khusus yang akan disampaikan pada sesi ke-54 Dewan, serta keprihatinan yang diungkapkan oleh Komisaris Tinggi dan Prosedur Khusus lainnya sehubungan dengan, antara lain, penganiayaan terhadap para pembela HAM dan oposisi politik termasuk Kem Sokha,  dan pembatasan hak atas kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat secara damai.

Kami selanjutnya mendesak pemerintah Anda, selama sesi Dewan yang ke-54, untuk berbicara dengan lantang dan tegas menentang pola pelanggaran hak asasi manusia yang terus berlanjut di Kamboja, untuk mengirim pesan yang jelas bahwa kekebalan hukum atas pelanggaran hak asasi manusia tidak akan ditoleransi.

Kami siap membantu Anda untuk informasi lebih lanjut.

Dengan Hormat
 

Amnesty Internasional

ARTICLE 19

Asian Forum for Human Rights and Development (FORUM-ASIA)

CIVICUS: World Alliance for Citizen Participation

Human Rights Watch

International Commission of Jurists (ICJ)

International Federation for Human Rights (FIDH)

World Organisation against Torture (OMCT)

 

LAMPIRAN: Beberapa perkembangan kunci sejak adopsi resolusi terakhir Dewan tentang Kamboja (resolusi HRC 48/23) pada Oktober 2021:

Serikat Buruh, Demonstran Damai dan Pembela Hak Asasi Manusia

Pada Mei 2023, Pengadilan Kota Phnom Penh menghukum pemimpin serikat pekerja Chhim Sithar, bersama delapan anggota Labour Rights Supported Union of Khmer Employees of NagaWorld (LRSU), karena "penghasutan untuk melakukan kejahatan atau mengganggu keamanan sosial" berdasarkan pasal 494 dan 495 KUHP. Sithar dijatuhi hukuman dua tahun penjara sementara yang lain dijatuhi hukuman penjara satu hingga satu setengah tahun dan menerima hukuman percobaan atau pengawasan yudisial. Hukuman pada mereka dijatuhkan menyusul aksi mogok damai pada Desember 2021 dan Januari 2022 yang menuntut kenaikan upah dan dipekerjakannya kembali ratusan anggota serikat pekerja yang di-PHK oleh Kasino NagaWorld.

Pada 15 Agustus 2023, Pengadilan Provinsi Koh Kong menghukum 10 aktivis hak atas hak tanah atas tuduhan fitnah dan penghasutan untuk mengganggu keamanan sosial dan dijatuhi hukuman satu tahun penjara dan diperintahkan untuk secara kolektif membayar 40 juta riel (sekitar USD 9.600) sebagai kompensasi.[11]Hukuman ini menyusul hukuman terhadap tiga aktivis tanah Koh Kong lainnya atas tuduhan pidana termasuk pencemaran, hasutan dan pengaduan jahat sehubungan dengan pembelaan damai mereka atas hak atas tanah komunitas mereka.[12]

Pada November 2022, Mahkamah Agung menguatkan hukuman penjara lima tahun untuk lima pekerja saat ini dan mantan pekerja Asosiasi Hak Asasi Manusia dan Pembangunan Kamboja (ADHOC), atas tuduhan penyuapan yang diyakini kelompok HAM bermotif politik.

Tindakan keras dan pelecehan terhadap oposisi politik

Pihak berwenang Kamboja telah mengupayakan penuntutan bermotif politik terhadap lebih dari 150 pemimpin dan anggota partai oposisi, beberapa di antaranya telah melarikan diri dari negara itu karena takut akan pembalasan. Setidaknya ada 50 tahanan politik di balik jeruji besi di Kamboja.[13]

Pada Maret 2023, pemimpin oposisi Kem Sokha dihukum atas tuduhan pengkhianatan atau konspirasi dengan kekuatan asing dan dijatuhi hukuman 27 tahun penjara.[14]Para ahli HAM di PBB, dalam sebuah pernyataan bersama, mengatakan bahwa keyakinan Sokha "bermotif politik" dan merupakan "bukti dari pola penyalahgunaan hukum yang sedang berlangsung untuk mengincar lawan-lawan politik dan setiap kritikus Pemerintah."[15]Mereka lebih lanjut mengatakan, seluruh proses peradilan terhadap Sokha "selama ini penuh dengan kejanggalan dan gagal memenuhi standar hukum HAM di Kamboja maupun internasional.

Menyusul vonis Sokha, Mahkamah Agung pada Maret 2023 dalam sebuah persidangan massal menguatkan vonis Maret 2022 terhadap 12 anggota Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP) yang dibubarkan secara sewenang-wenang, serta seorang mantan pejabat pemerintah atas tuduhan 'menghasut' serta 'merencanakan,' dan menjatuhkan hukuman masing-masing 5 tahun penjara dengan 16 bulan hukuman percobaan.

Dalam persidangan massal lainnya pada Desember 2022, Pengadilan Kota Phnom Penh menghukum 36 mantan pemimpin, anggota, dan pendukung CNRP atas tuduhan berkomplot berdasarkan pasal 453 KUHP, karena diduga membantu upaya anggota gerakan oposisi di pengasingan untuk kembali ke negara itu. Ini adalah putusan keempat dalam lima persidangan massal yang telah dimulai terhadap total 158 pemimpin dan pendukung mantan CNRP sejak November 2020.[16]

Pada Mei 2023, beberapa bulan sebelum pemilu nasional, Komite Pemilihan Nasional mendiskualifikasi oposisi utama, Partai Cahaya Lilin – yang secara luas dianggap sebagai satu-satunya oposisi yang kredibel terhadap Partai Rakyat Kamboja yang berkuasa – untuk ikut serta dalam pemilu pada Juli 2023. Partai ini dituduh telah gagal memenuhi dokumentasi termasuk tidak memiliki dokumen asli yang membuktikan pendaftarannya di Kementerian Dalam Negeri.

Diskualifikasi terhadap Partai Cahaya Lilin adalah sebuah langkah besar dalam pelecehan dan intimidasi yang semakin dalam terhadap partai dan kepemimpinannya oleh pihak berwenang. Pada Juli 2022, Soy Chhay, Wakil Ketua partai tersebut, didakwa melakukan tindak pidana pencemaran berdasarkan pasal 305 KUHP karena mengkritik pelaksanaan pemilu di kawasan dan Komite Pemilihan Nasional. Pada Januari 2023, Thach Setha, Wakil Ketua Partai Cahaya Lilin, ditangkap karena diduga menerbitkan cek yang tidak berharga dalam kasus yang menurut partainya bermotif politik.

Menyusul pelarangan terhadap Partai Cahaya Lilin, dan menjelang digelarnya pemilu, pihak berwenang Kamboja mengintensifkan serangan dan pelecehan, termasuk dengan dakwaan pidana palsu dan penahanan, terhadap sejumlah anggota partai.[17]Eskalasi serangan ini terjadi menyusul ancaman kekerasan fisik terhadap kalangan oposisi oleh Perdana Menteri Kamboja saat itu Hun Sen dalam sebuah video di laman Facebook-nya sendiri, yang kemudian dihapus oleh Meta.[18]   

Beberapa hari sebelum pelaksanaan pemilu, 4 aktivis Partai Cahaya Lilin ditangkap dan 17 aktivis oposisi dan politisi lainnya didenda dan dikenai larangan memegang jabatan politik selama 20 tahun karena dituduh merusak surat suara, mendorong orang untuk merusak surat suara, dan 'mengganggu perdamaian'.[19]

Kebebasan berekspresi, kebebasan media dan kebebasan berserikat

Pemerintah Kamboja telah mempertontonkan intoleransi yang semakin menjadi-jadi terhadap HAM termasuk kebebasan berekspresi, dengan pola penindasan sistematis dan kriminalisasi berkelanjutan terhadap suara-suara kritis dan media independen.

Hal ini paling jelas tergambar dalam pembatalan izin siaran Voice of Democracy (VoD) pada Februari 2023. Sekelompok pakar HAM PBB menyatakan keprihatinan atas "pencabutan lisensi VoD tanpa proses semestinya," dan lebih lanjut menambahkan bahwa "pencabutan itu menyebabkan hampir tidak ada media yang beroperasi secara bebas di negara ini."[20]

Pada Januari 2023, pihak berwenang memerintahkan penghapusan sebuah video musik dari seorang artis musik rap populer yang menceritakan tindakan keras pemerintah yang mematikan terhadap aksi protes buruh sembilan tahun lalu.[21]Pemerintah dilaporkan memerintahkan polisi untuk mencegah penyebaran video dengan tuduhan bahwa ia berisi "konten menghasut yang dapat memicu ketidakstabilan dan kekacauan sosial."

Polisi cybercrime menanyai direktur operasi dari organisasi nonpemerintah bidang HAM terkemuka, LICADHO, atas dugaan keterlibatan kelompok tersebut dalam merilis video itu, serta sejumlah pemimpin organisasi nonpemerintah lainnya. LICADHO telah menghapus video dari laman Facebook-nya untuk menghindari tindakan hukum lebih lanjut. Pihak berwenang belum mengonfirmasi bahwa penyelidikan ini telah ditutup dan tuduhan masih bisa diajukan dari insiden ini.

Lebih lanjut, Undang-Undang tahun 2015 yang mengekang tentang Asosiasi dan Organisasi Nonpemerintah (LANGO) itu terus digunakan untuk membatasi kelompok masyarakat sipil. Persyaratan pendaftaran yang memberatkan, kewajiban pelaporan, dan luasnya dasar penolakan pendaftaran memberikan peluang bagi para aktor pemerintah untuk menekan organisasi masyarakat sipil dengan alasan-alasan bermotif politik.

Kamboja saat ini dinilai "Ditekan" oleh CIVICUS Monitor[22]dan baru-baru ini ditambahkan ke Daftar Pantau karena penurunan kebebasan sipil secara drastis.

 

 [1]A/HRC/RES/48/23 (diadopsi pada 11 Oktober 2021).

[2]A/HRC/51/66 (18 Agustus 2022).

[3] https://www.ohchr.org/en/press-releases/2023/07/cambodia-un-human-rights-chief-regrets-elections-held-restrictive.

[4] https://www.ohchr.org/en/press-releases/2023/08/cambodias-shrinking-democratic-space-affected-credibility-national-elections.

[5]Ibid.

[6] https://forum-asia.org/?p=38445.

[7] https://forum-asia.org/?p=38159.

[8] https://www.ohchr.org/en/press-releases/2023/07/cambodia-un-human-rights-chief-regrets-elections-held-restrictive

[9] https://www.ohchr.org/en/press-releases/2023/02/cambodia-un-experts-call-reinstatement-voice-democracy-say-free-media.

[10]A/HRC/51/66

[11] https://www.licadho-cambodia.org/flashnews.php?perm=340&english

[12] https://www.licadho-cambodia.org/flashnews.php?perm=339

[13] https://www.hrw.org/video-photos/interactive/political-prisoners-cambodia

[14] https://www.amnesty.org/en/latest/news/2023/03/cambodia-kem-sokha-conviction/

[15] https://www.ohchr.org/en/press-releases/2023/03/cambodia-un-experts-condemn-verdict-against-opposition-leader-kem-sokha

[16] https://www.licadho-cambodia.org/articles/20221222/179/index.html

[17] https://www.hrw.org/news/2023/07/19/cambodia-harassment-arrests-opposition-activists

[18] https://forum-asia.org/?p=38382

[19] https://forum-asia.org/?p=38450

[20] https://www.ohchr.org/en/press-releases/2023/02/cambodia-un-experts-call-reinstatement-voice-democracy-say-free-media

[21] https://forum-asia.org/?p=37768

[22] https://monitor.civicus.org/

 

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country