Skip to main content

Paus Fransiskus Kunjungi Indonesia, Saat Intoleransi Marak

Pemimpin Gereja Katolik Seyogyanya Dorong Pemerintah Melindungi Hak Minoritas

Paroki St. Joannes Baptista di Parung, dekat Jakarta, Indonesia, memakai tenda untuk ritual keagamaan mereka. Paroki tersebut belum punya izin bangunan gereja setelah mengajukan permohonan lebih dari dua dekade. © 2024 Andreas Harsono/Human Rights Watch

Paus Fransiskus berada di Jakarta sebagai bagian dari lawatan 12 hari di kawasan Asia-Pasifik. Kunjungannya terjadi ketika banyak peraturan diskriminatif di Indonesia dengan sasaran minoritas di seluruh negeri.

Hanya dengan naik mobil sebentar dari Kedutaan Vatikan di Jakarta, terdapat paroki St. Joannes Baptista di Parung, tempat komunitas Katolik setempat membeli tanah untuk membangun gereja. Kemudian, pada tahun 2006, pemerintah Indonesia memberlakukan peraturan “kerukunan beragama”. Hanya saja, alih-alih mempromosikan kerukunan, peraturan tersebut secara efektif memberikan hak veto kepada mayoritas agama setempat atas rumah ibadah minoritas.

Peraturan tersebut memungkinkan mayoritas Muslim di Parung, melalui Forum Kerukunan Umat Beragama, menghambat izin bangunan gereja. Beberapa kelompok Muslim sering lakukan intimidasi terhadap komunitas Kristen di paroki tersebut.

Pada tahun 2013, Alexander Adrian Makawangkel, seorang anggota paroki, mengajak saya melihat tekanan dan ancaman yang terjadi. “Saya sering menginap di sini, jaga malam dan pantau kamera,” katanya.

Minggu ini, saya mengunjungi paroki itu lagi. Satu dekade berlalu, masih belum ada bangunan gereja di sana. Mereka menggunakan tenda untuk menampung 3.000 jemaatnya, tapi sering kali harus membongkarnya karena tekanan dari pemerintah setempat, terutama selama perayaan Natal dan Paskah.

St. Joannes Baptista bukan satu-satunya kelompok Kristen yang menghadapi tekanan. Lembaga swadya masyarakat memperkirakan bahwa beberapa ratus hingga mungkin lebih dari 1.000 gereja telah ditutup, disegel, atau dibakar dalam dua dekade terakhir. Ironisnya, Kementerian Agama tak mengumpulkan data tentang penutupan gereja-gereja. Minoritas agama lainnya, seperti Ahmadiyah, Bahai, Buddha, Hindu, Kejawen, Millah Abraham, Syiah, dan Sunda Wiwitan menghadapi diskriminasi serupa.

Intimidasi dan kekerasan terhadap minoritas agama di Indonesia meningkat berkat berbagai aturan yang merusak kebebasan beragama. Pada tahun 2022, misalnya, Dewan Perwakilan Rakyat memperluas pasal penodaan agama dari satu menjadi enam pasal, dan mereka yang dituduh bersalah bisa dipenjara hingga lima tahun. Universitas London mendokumentasikan lebih dari 700 peraturan yang mendiskriminasi minoritas agama, serta perempuan dan orang LGBT. The United States Commission on International Religious Freedom menyatakan bahwa kondisi keagamaan di Indonesia "trending secara negatif."

Makawangkel meninggal pada bulan Januari 2019, impiannya untuk membangun gereja tidak terpenuhi. Paus Fransiskus seyogyanya mendorong pihak berwenang Indonesia untuk menyelamatkan orang lain dari kesusahan seperti itu dan melindungi kebebasan beragama untuk semua orang, bukan hanya untuk mayoritas.

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country