Skip to main content

Australia: Angkat Isu HAM dalam Pertemuan dengan Indonesia

Kesempatan Penting Pemerintahan Baru Prabowo untuk Pulihkan Kedudukan Jakarta

Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto (kiri) berjalan bersama Menteri Pertahanan Australia Richard Marldes setelah pertemuan mereka di Jakarta, pada 23 Februari 2024. © 2024 AP Photo/Achmad Ibrahim

(Sydney) – Para pemimpin Australia seharusnya membahas isu-isu hak asasi manusia dengan Presiden terpilih Indonesia Prabowo Subianto Djojohadikusumo dalam serangkaian pertemuan yang digelar pada 20 Agustus 2024 di Canberra, kata Human Rights Watch hari ini. Australia semestinya menagih komitmen dari Prabowo untuk menegakkan kebebasan beragama, melindungi masyarakat adat dan penganut agama minoritas, serta merevisi berbagai kebijakan pemerintah yang mendiskriminasi perempuan dan anak perempuan, orang-orang dengan disabilitas, serta kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Prabowo, yang saat ini menjabat sebagai menteri pertahanan, memenangkan pemilihan presiden pada tanggal 14 Februari, berpasangan dengan putra Presiden Joko Widodo yang akan lengser, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presidennya. Ia berada di Canberra menjelang pelantikannya pada tanggal 20 Oktober untuk membahas pakta pertahanan antara Indonesia dan Australia, yang akan ditandatangani kemudian di Jakarta. Kendati demikian, ia juga akan bertemu dengan perdana menteri dan menteri luar negeri Australia.

“Jajaran pimpinan pemerintah Australia seyogianya mendesak Prabowo untuk memenuhi komitmen terkait hak asasi manusia yang telah dibuat oleh pemerintah Indonesia sebelumnya tetapi gagal dipenuhi,” kata Daniela Gavshon, Direktur Australia di Human Rights Watch. “Ini termasuk beberapa isu rumit seperti aturan wajib jilbab, tindakan keras terhadap kelompok LGBT, dan keengganan pemerintah untuk mengizinkan wartawan asing dan pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengunjungi Papua Barat.”

Prabowo (72 tahun) adalah mantan menantu Soeharto, presiden otoriter Indonesia dari tahun 1965 hingga 1998. Prabowo, mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus), diberhentikan dari dinas keprajuritan pada tahun 1998 karena menculik sejumlah aktivis mahasiswa. Sebelumnya, ia telah didakwa atas pembantaian Kraras di Timor-Leste pada tahun 1983 tetapi tidak memenuhi panggilan dari Kantor Kejaksaan Khusus PBB di Dili. Sebuah laporan yang disponsori PBB tentang Timor-Leste menuduhnya memimpin pembantaian yang mengakibatkan kematian sebanyak 200 orang Timor-Leste, tuduhan yang dibantah Prabowo.

Dalam pertemuan mereka dengan Prabowo, para pemimpin Australia seharusnya mengemukakan harapan-harapan utama terkait hak asasi manusia, kata Human Rights Watch. Berbagai harapan ini semestinya mencakup pemenuhan komitmen hak asasi manusia yang dibuat oleh pemerintah Indonesia sebelumnya, termasuk yang dibuat kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB selama Tinjauan Berkala Universal Indonesia (Indonesia’s Universal Periodic Review - UPR), dan penerapan rekomendasi badan-badan hak asasi manusia PBB. Indonesia juga seharusnya mengeluarkan undangan tetap kepada para pakar PBB untuk mengunjungi Indonesia.

Semestinya para pemimpin Australia juga menyuarakan keprihatinan mereka tentang memburuknya situasi hak asasi manusia di provinsi-provinsi Papua Barat, Indonesia. Pelanggaran yang terus-menerus dilakukan terhadap orang asli Papua meliputi pembunuhan, penghilangan paksa, penyiksaan, dan pemindahan massal penduduk. PBB memperkirakan bahwa sejak meningkatnya kekerasan pada bulan Desember 2018 antara pasukan keamanan Indonesia dan militan Papua Barat, sekitar 60.000 hingga 100.000 penduduk Papua telah mengungsi. Pihak berwenang menangkap hampir 250 orang karena bergabung dalam aksi protes menentang rasisme dan diskriminasi terhadap penduduk Papua di lebih dari 30 kota di Papua Barat pada tahun 2019. Setidaknya 100 orang dipenjara karena "makar" antara tahun 2019 dan 2022.

Para pemimpin Australia seyogianya mendesak Prabowo untuk memperbarui undangan pemerintah Indonesia pada tahun 2018 kepada kantor hak asasi manusia PBB untuk mengunjungi Papua Barat guna menyelidiki situasi hak asasi manusia. Pertemuan sebelumnya ditunda karena ketidaksepakatan mengenai waktu dan personel.

“Para pemimpin Australia tidak semestinya membiarkan catatan pelanggaran HAM Prabowo yang mengerikan itu menghalangi mereka untuk menyuarakan keprihatinan HAM saat ini,” kata Gavshon. “Mereka semestinya menekankan bahwa presiden baru memiliki kesempatan penting untuk memulihkan posisi Indonesia terkait Papua Barat dan isu-isu HAM lainnya.” 

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.

Region / Country